This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

Gerakan “Stop Pemanasan Global” yang Bikin Gerah

Si tenar masa kini itu bernama “pemanasan global.” Betapa dia menjadi pembicaraan banyak orang. Awalnya, pemanasan global hanya sebuah keprihatinan para pemerhati lingkungan yang juga berlatar belakang ahli lingkungan. Lalu keluarlah Protokol Kyoto pada 1997 yang akan berakhir pada 2012. Nggak lama setelah itu, Al Gore, sang mantan wakil presiden Amerika, mencoba jujur tentang kenyataan yang menyakitkan tentang kondisi bumi lewat film berjudul “An Inconvenient Truth.” Mantan wakil presiden yang negaranya sendiri ogah-ogahan menjalani Protokol Kyoto pada masa pemerintahannya tersebut mendapat ganjaran manis berupa penghargaan Nobel. Gila!


Tapi patut diakui bahwa filmnya itu membuka mata banyak sekali manusia tentang akibat gaya hidupnya selama ini terhadap kerusakan lingkungan. Jutaan orang terbuka matanya, ribuan orang menjadi pandai berbicara tentang pemanasan global dan hanya ratusan orang yang “bertobat” dengan memperbaiki gaya hidupnya. Sebagian lainnya menggalang kekuatan (ceileh…) membentuk organisasi cinta lingkungan. Atau sekadar mendeklarasikan gerakan ramah lingkungan yang ditandatangani ketua ormas. Beragam judulnya tapi intinya satu: hentikan pemanasan global, entah bagaimana caranya. Inilah akar masalahnya.

Euforia pemanasan global membuat banyak orang tergila-gila berbicara tentang kelestarian lingkungan tanpa pondasi pengetahuan yang baik. Akhirnya hal ini justru menjadi topik kebal pikiran. Maksud saya, karena terlalu sering dibahas dengan bahasa yang begitu-begitu saja tanpa penjelasan mendalam, topik itu pun menjadi biasa saja. Nggak ada yang istimewa.

Hal ini diperparah oleh kampanye anti pemanasan global oleh banyak artis. Yap! Para artis pun masuk ke barisan pecinta lingkungan. Nggak ada yang salah dengan hal ini. Masalahnya baru timbul saat mereka berkampanye. Kekurang pengetahuan mereka membuat ucapan mereka terlalu ringan. Nggak ada yang baru dan berbobot. Bentuk kampanye pun kerap menjadi masalah. Misalnya dengan menggelar konser yang didukung listrik berkekuatan ribuan watt. Litrik itu tercipta dari mesin pembangkit bertenaga solar yang mengembuskan CO besar-besaran ke langit.

Tampaknya kita perlu menyederhanakan pikiran agar nggak kusut dan akhirnya justru membuat kita terjebak pada kebuntuan pikiran tanpa tindakan. Kelompok anti pemanasan global harus membagi pikirannya ke dalam hal yang lebih sederhana tapi kongkret. Judul “Anti Pemanasan Global” memang baik, tapi nggak menjelaskan pemecahan kongkret. Salut bagi banyak orang yang mencoba ramah lingkungan tanpa menggembar-gemborkan slogan “anti pemanasan global” tapi langkahnya menuju kelestarian lingkungan.

Misalnya komunitas Bike to Work (B2W). Apa pun motivasi awal setiap anggotanya, mereka telah melakukan tindakan ramah lingkungan: berkendara niremisi. Kebiasaan bersepeda ini adalah jawaban nyata terhadap masalah pencemaran udara. Tindakan terpuji lainnya diambil oleh sebagian arsitek Indonesia yang mengurangi penggunaan kayu pada bangunan yang mereka rancang. Alasannya sederhana yaitu mengurangi konsumsi kayu tentunya akan mengurangi produksi kayu yang ditebang di hutan. Salah satu kiatnya adalah menipiskan ketebalan kayu pada kusen pintu dan jendela. Selain itu, mereka juga memanfaatkan kusen bekas yang kayunya masih bermutu. Ada pula sekelompok sukarelawan yang rutin membersihkan hutan mangrove di utara Jakarta dari sampah. Mungkin motivasinya hanya sekadar membuat hutan itu bersih. Namun kebersihan lingkungan hutan mangrove membantu pepohonan mangrove dapat bernafas melalui sistem perakarannya.

Kita pun dapat melakukan aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bila nggak kuat mengayuh sepeda dari rumah ke kantor, kita bisa menggunakan kendaraan umum. Membawa sendiri tas plastik untuk berbelanja di swalayan pun dapat mengurangi sampah plastik. Hemat penggunaan listrik dan segera mematikan kompor saat masakan telah matang pun sangat membantu menghemat energi fosil. Ingat bahwa sebagian besar energi listrik kita dibangkitkan dari bahan bakar fosil. PLTA bukan lagi tulang punggung karena fluktuasi debit air waduk sangat tinggi. Waduk PLTA seringkali defisit air saat kemarau.

Tindakan kecil namun nyata jauh lebih bermakna ketimbang sejuta slogan yang memekakkan telinga. Semoga usaha hemat energi dan daur ulang yang kita lakukan bermanfaat demi memperlambat datangnya kiamat karena keteledoran manusia.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.